BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Laparatomi adalah salah
satu jenis operasi yang di lakukan pada daerah abdomen. Operasi laparatomy di
lakukan apabila terjadi masalah kesehatan yang berat pada area abdomen,
misalnya trauma abdomen.
Laparotomi
berasal dari dua kata terpisah, yaitu laparo dan tomi. Laparo sendiri berati
perut atau abdomen sedangkan tomi berarti penyayatan. Sehingga laparotomi dapat
didefenisikan sebagai penyayatan pada dinding abdomen atau peritoneal. Istilah
lain untuk laparotomi adalah celiotomi.( Fossum, 2002).
Tindakan operasi atau pembedahan merupakan pengalaman
yang sulit bagi hampir semua pasien. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja
terjadi yang akan membahayakan bagi pasien. Maka tak heran jika seringkali
pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak berlebihan dengan kecemasan
yang mereka alami. Kecemasan yang mereka alami biasanya terkait. Dengan segala
macam prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap
keselamatan jiwa akibat segala macam prosedur pembedahan dan tindakan
pembiusan. Tingkat keberhasilan pembedahan sangat tergantung setiap tahapan
yang dialami dan saling ketergantungan antara team kesehatan yang terkait
(dokter bedah, dokter anestesi dan perawat) disamping peranan pasien yang
kooperatif selama proses perioperatif. (Randhianto, 2008)
Hasil survey di RSSA diperoleh data bahwa selama tahun 2004,
jumlah pasien yang menjalani pembedahan adalah sebanyak 5897 pasien, dimana
dari 10 penyakit terbanyak di ruang bedah, diketahui bahwa 12,33% adalah
penyakit yang membutuhkan bedah digestif. Penanganan diet yang diberikan
tergantung dari kondisi pasien serta jenis pembedahan yang akan dijalani
(Astri, 2006).
Pembedahan menyebabkan terjadinya gangguan faal organ vital,
terjadi juga perubahan metabolisme dan perubahan pada jaringan (Sjamsuhidajat,
1997). Stress merupakan fenomena yang sering dijumpai pada pasien bedah
(Sabiston, 1995). Pembedahan dapat menyebabkan anoreksia atau restriksi intake
makanan dalam beberapa hari/ minggu, menurunnya status gizi dan kehilangan
berat badan. Dalam beberapa kasus, dapat terjadi vomiting, diare dan pendarahan
yang dapat menyebabkan kehilangan natrium, klorida, kalium, dan zat besi.
Apabila malabsorbsi terjadi dalam jangka waktu yang panjang, pasien dapat kekurangan
protein mineral dan vitamin lainnya (Krause, 2004)
Rata-rata 75 % status gizi pasien
yang dirawat di RS akan menurun dibandingkan dengan status gizi waktu masuk
perawatan. Penurunan ini menyebabkan angka mortalitas naik dan menyebabkan
lamanya perawatan di RS (Rahmad Soegih, 1997). Salah satu pasien yang rentan
terhadap malnutrisi adalah pasien kasus bedah saluran pencernaan (Toar JM
Lalisang, 1997).
Kondisi pasien seringkali semakin memburuk karena tidak
diperhatikan keadaan gizinya. Protein Energy Malnutrision (PEM) sering dijumpai
pada bangsal-bangsal bedah. Pada masa perwatan yang memanjang akibat komplikasi
pasca bedah, PEM telah didokumentasikan pada lebih dari 50% pasien (Hill,
Blackert dkk, 1997). Pengaturan makanan setelah operasi perlu diperhatikan
karena biasanya setelah menjalani operasi, penderita masih merasakan sakit pada
tempat operasi hingga timbul perasaan takut untuk makan karena takut sakit.
Biasanya setelah operasi pasien boleh makan makanan cair. Makanan cair dapat
berupa susu, tapi tidak boleh terlalu panas. Makanan dalam suhu dingin lebih
baik karena dapat mempercepat berhentinya pendarahan. Setelah tahap makanan
cair, dapat diberikan makanan dalam bentuk saring bertahap ke makanan lunak dan
kembali seperti semasa sehat, sesuai kemampuan pasien menerima makanan (Sita,
2005). Pasien memulai makan jika ada tanda-tanda berupa flatus dan adanya
bising usus. Tetapi meskipun belum ada tanda-tanda tersebut, pasien masih
diperbolehkan minum sedikit dengan memberikan glukose 5%. Setelah pasien boleh
makan, makanan yang diberikan rumah sakit adalah cair rendah sisa. Sebelum
mengganti makanan dari cair rendah sisa ke cair biasa, yang dilihat adalah
fesesnya. Jika dirasa berangsur-angsur membaik, pasien dapat diberikan diet
pasca bedah selanjuynya. Pemberian makanan dengan konsistensi yang berbeda
disesuaikan dengan kondisi fisik klinis pasien.
Dari
masalah diatas Dari permasalahan tersebut diatas,
peneliti akan mengadakan penelitian dengan judul ”HUBUNGAN KONSUMSI
MAKANAN YANG TEPAT DAN ASUPAN NUTRISI YANG CUKUP TERHADAP PROSES PERCEPATAN
PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI LAPARATOMI”.
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apakah ada hubungan konsumsi makanan
yang tepat terhadap proses percepatan penyembuhan luka post operasi laparatomi?
b. Apakah ada hubungan pemberian nutrisi
yang tepat dan cukup dalam proses percepatan penyembuhan luka post operasi
laparatomi?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan
Umum
Meningkatkan kesadaran diri pasien operasi laparatomi agar
tingkat percepatan luka bekas operasi segera sembuh setelah operasi.
1.3.2
Tujuan Khusus
a.
Memperkecil terjadinya komplikasi yang akan muncul akibat pembedahan
dengan konsumsi makanan yang tidak sesuai dengan anjuran dokter.
b.
Mempercepat proses penyembuhan luka bekas operasi
laparatomi dengan konsumsi makanan yang tepat dan asupan nutrisi yang cukup
sesuai anjuran dokter.
1.4
Manfaat
Agar membantu pasien dalam
penyembuhan bekas luka operasi yang pasien alami, agar lebih cepat pulih dan
kembali ke keadaan sebelumnya dan juga agar meningkatkan kesadaran pasien atas
pentingnya mengikuti sesuai anjuran dokter, karena semua itu adalah demi
kepentingan pasien untuk kesembuhan pasien.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Landasan
Teori
2.1.1 Pengertian
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan
tahapan setelah proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan.
Dalam Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan
dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan
setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan
post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan
yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.
Laparotomi
adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus
dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000). Laparatomi adalah
prosedur tindakan pembedahan dengan membuka cavum abdomen dengan tujuan
eksplorasi.
Laparatomi yaitu
insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi lebih umum pembedahan
perut (Harjono. M, 1996). Pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000).
Ramali Ahmad (2000) mengatakan bahwa laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka
selaput perut dengan operasi. Sedangkan menurut Sanusi (1999), laparatomi
adalah insisi pembedahan melalui dinding perut atau abdomen.
2.1.2 Jenis Laparotomi
a.
Menurut
Tekhnik Pembedahan
1. Insisi pada garis tengah abdomen
(mid-line incision)
a) Paparan bidang pembedahan yang baik
b) Dapat diperluas ke cephalad ( ke
arah “kranial” )
c) Penyembuhan dan kosmetik tidak
sebaik insisi tranversal
d) Dipilih cara ini bila insisi
tranversal diperkirakan tidak dapat memberikan paparan bidang pembedahan yang
memadai
e) Dipilih pada kasus gawat-darurat
2. Insisi pada garis tranversal abdomen
(Pfannenstiel incision).
Sering digunakan pada pembedahan
obstetri dan ginekologi.
Keuntungan:
a) Jarang terjadi herniasi pasca bedah
b) Kosmetik lebih baik
c) Kenyamanan pasca bedah bagi pasien
lebih baik
Kerugian:
a) Daerah pemaparan (lapangan operasi)
lebih terbatas
b) Tehnik relatif lebih sulit
c) Perdarahan akibat pemisahan fascia
dari lemak lebih banyak
Jenis insisi tranversal :
a) Insisi pfannenstiel :
1) Kekuatan pasca bedah : baik
2) b.Paparan bidang bedah : kurang
b) Insisi maylard :
1) Paparan bidang bedah lebih baik
dibanding pfannenstiel oleh karena dilakukan pemotongan pada m.rectus
abdominalis dan disisihkan ke arah kranial dan kaudal
2) Dapat digunakan untuk melakukan
diseksi Lnn. Pelvik dan Lnn.Paraaortal
3) Dibanding insisi midline :
§ Nyeri pasca bedah kurang.
§ Penyembuhan lebih kuat dan pelekatan minimal namun
§ Ekstensi ke bagian kranial sangat terbatas sehingga akses
pada organ abdomen bagian atas sangat kurang.
c) Insisi cherney :
1) Perbedaan dengan insisi maylard :
pemotongan m.rectus dilakukan pada origo di simfisis pubis.
2) Penyembuhan bedah dengan kekuatan
yang baik dan paparan bidang pembedahan terbatas.
d)
Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm).
e)
Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas,
misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
b.
Jenis Laparatomi Menurut Indikasi
1)
Adrenalektomi:
pengangkatan salah satu atau kedua kelenjar adrenalin
2)
Apendiktomi:
operasi pengangkatan apendiks
3)
Gasterektomi:
pengangkatan sepertiga distal lambung (duodenum/jejunum, mengangkat sel-sel
penghasil gastrin dalam bagian sel parietal)
4)
Histerektomi:
pengangkatan bagian uterus
5)
Kolektomi:
seksisi bagian kolon atau seluruh kolon
6)
Nefrektomi:
operasi pengangkatan ginjal
7)
Pankreatomi:
pengangkatan pancreas
8)
Seksiosesaria:
pengangkatan janin dengan membuka dinding ovarium melalui abdomen.
9)
Siksetomi:
operasi pengangkatan kandung kemih
10)
Selfigo
oofarektomi: pengangkatan salah satu atau kedua tuba valopi dan ovarium
2.1.3 Komplikasi
post laparatomi
a. Gangguan perfusi jaringan sehubungan
dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya
timbul 7 – 14 hari setelah operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila
darah tersebut lepas dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah
sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu
latihan kaki post operasi, ambulatif dini dan kaos kaki TED yang dipakai klien
sebelum mencoba ambulatif.
b. Buruknya intergriats kulit sehubungan dengan
luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 –
46 jam setelah operasi. Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus mengakibatkan
pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan memperhatikan aseptik dan antiseptik.
c. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan
dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya
tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui
insisi. Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan
menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai
akibat dari batuk dan muntah.
2.1.4
Proses
penyembuhan luka
a. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang
lekosit banyak yang rusak / rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi
penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
b. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14.
Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1
minggu. Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
c. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen
terus-menerus ditimbun, timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan
kembali.
d. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan
menyusut dan mengkerut.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan
perawatan yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi
pembedahan perut.
Proses penyembuhan luka adalah
proses terjadinya pembentukan jaringan baru atau granulasi dari jaringan yang
terluka. Apa fungsi dari penjahitan? Fungsi penjahitan adalah untuk menyatukan
ujung luka supaya penyembuhannya rapi, serta untuk menghentikan perdarahan jika
ada. Jaringan luka akan mudah sembuh jika daya tahan tubuh baik, gizinya
tercukupi dan cukup mobilisasi/ aktifitas. Makan makanan bergizi, terutama yang
kaya protein, karena protein adalah zat pembangun jaringan baru. Mengkonsumsi
makanan kaya vitamin, terutama vitamin C, seperti buah2an dan sayur, bisa juga
dengan suplemen vit C.
2.2 Kerangka Teori
Makanan
yang tepat
·
Sesuai
anjuran dokter
|
Nutrisi
·
Kecukupan
·
Tinggi
protein dan Vit C
|
Percepatan penyembuhan luka bekas
operasi laparatomi
|
Gambar 1:
Kerangka konsep
2.3 Kerangka Konsep
Variabel
Indipenden
Konsumsi
makanan yang tepat dan asupan nutrisi yang cukup
|
Variabel
Dependen
Percepatan
penyembuhan luka post operasi laparatomi
|
Variabel
Moderator
v
Asupan
nutrisi
v
Personal hygiene
v
Imunitas
tubuh
v
Stres
v
Aktivitas
v
Perawatan
Luka
|
Variabel
Antara
v
Imunitas
tubuh
v
Stres
v
Aktivitas
|
Variabel
Kontrol
v
Asupan
nutrisi
v
Personal hygiene
v
Perawatan
Luka
|
Gambar 2: Kerangka
Konsep
2. 4 Hipotesa
Hipotesis penelitian merupakan
jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis yang
dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya. Dari suatu
penelitian yang harus diuji kebenarannya melalui jalan riset. Dengan kata lain
hipotesisi merupakan dugaan yang mungkin benar atau mungkin salah yang
membutuhkan pembuktian atau diuji kebenarannya.
Dari gambaran diatas dapat diajukan
hipotesisnya sebagai berikut :
a. Ho : Ada
hubungan antara konsumsi
makanan yang tepat terhadap proses percepatan penyembuhan luka post operasi
laparatomi.
Ha :
Tidak ada hubungan antara konsumsi
makanan yang tepat terhadap proses percepatan penyembuhan luka post operasi
laparatomi.
b.
Ho :
Ada hubungan antara pemberian
nutrisi yang tepat dan cukup dalam proses percepatan penyembuhan luka post
operasi laparatomi.
Ha :
Tidak ada hubungan antara pemberian nutrisi yang tepat dan
cukup dalam proses percepatan penyembuhan luka post operasi laparatomi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain
Desain metode penelitian yang dipakai
adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu penelitian
yang berusaha mencari pengaruh variable tertentu terhadap variable yang lain
dalam kondisi yang terkontrol secara ketat. Tredapat empat bentuk metode
eksperimen yaitu pre experimental, true experimental, factorial, dan quai
experimental.
a. Mengontrol
makanan dan asupan nutrisi yang di konsumsi pasien sesuai dengan anjuran dokter
b. Mengontrol
tingkat personal hygine pasien
c. Mengontrol
perubahan dan percepatan penyembuhan luka bekas operasi
3.2
Populasi Dan Sampel
Populasi adalah
keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmojo, 2005). Populasi
yang diambil adalah seluruh pasien yang telah melakukan operasi laparatomi dan
sedang dalam proses pyembuhan luka bekas operasi atau dalam perawatan post
operasi laparotomi di RSUD Abepura.
Sampel adalah sebagian
yang diambil dari keseluruhan objek atau yang diteliti dan dianggap mewakili
seluruh populasi (Notoatmojo, 2005). Apabila populasi <100 harus diteliti semua,
sedangkan populasi >100 dapat diambil 10-12% atau lebih. Sampel yang diambil
pada penelitian ini yaitu 30 pasien post operasi laparatomi.
3.3 Variabel
Penelitian
Variabel yang akan dikaji dalam
penelitian ini terdiri atas:
a.
Variabel
bebas/Indipenden
Variabel
bebas adalah konsumsi makanan yang tepat dan asupan nutrisi yang cukup.
b.
Variabel terikat/dependen
Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah Percepatan penyembuhan luka post
operasi laparatomi.
c. Variabel
pengganggu
Variabel
pengganggu dalam penelitian ini adalah asupan nutrisi, personal hiegene,
imunitas tubuh, stress, aktivitas, dan perawatan luka.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Variabel
|
Definisi
|
Cara Ukur
|
Alat
|
Hasil
|
Makanan yang tepat
|
Suatu bahan baik dari nabati maupun hewani yang di
konsumsi oleh makhluk hidup untuk bertahan hidup dalam takaran konsumsi yang
tepat tidak berlebih dan tidak kurang.
|
Melihat jumlah
konsumsi makanan
|
Takaran makanan
|
Cukup
Kurang
Lebih
|
Nutrisi
|
Substansi organic
yang dibutuhkan organisme untuk fungsi normal dari system tubuh, pertumbuhan,
pemeliharaan kesehatan.
|
Makanan yang
dikonsumsi
|
Kandungan dalam
makanan
|
Banyak
Sedikit
|
Luka operasi
|
proses
rusaknya komponen atau kesatuan jaringan, dimana secara spesifik terdapat
tanda atau substansi jaringan yang rusak atau hilang akibat operasi
|
Tempat dilakukannya
operasi
|
Besarnya sobekan
operasi
|
Lebar
Sempit
|
Personal hygiene
|
Suatu
tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis
|
Melihat tingkat
kebersihan diri
|
Kebersihan
|
Bersih
Kotor
|
Perawatan luka
|
Suatu
tindakan yang dilakukan dalam upaya penyembuhan luka.
|
Melihat bagaimana
cara merawat luka bekas operasinya
|
Rekam medik
|
Baik
Buruk
|
3.5 Tempat dan Waktu
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Abepura.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 1 Bulan.
3.6 Alat ukur
Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara membagikan quisioner kepada pasien dan mengamati
proses penyembuhan luka pos operasi saat dalam perawatan di RS.
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data penelitian dikumpulkan selanjutnya data diolah
dan dianalisis menggunakan aplikasi SPSS untuk melihat adakah hubungan antara konsumsi makanan yang tepat dan
asupan nutrisi yang cukup terhadap proses percepatan penyembuhan luka post
operasi laparatomi.
DAFTAR PUSTAKA
Suyanto,
S.Kep., M.Kes (2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan.
Yogyakarta. Muha Medika
Soeparman,
dkk. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987, Edisi II
Elhy.
2010. Post op Laparotomy, diakses pada 18 Januari 2013, http://semangateli.blogspot.com/2010/05/post-op-laparatomy.html
Anonim.
2011. ASKEP POST
LAPARATOMI, diakses pada 18 Januari 2013, ttp://maidun-gleekapay.blogspot.com/2011/06/askep-post-laparatomi.html
Anonim.
2012. Cara Cepat Menyembuhkan Luka Operasi Caesar. Penyembuhan Pasca
Operasi Caesar, diakses pada 19 Januari 2013, http://obat-alami.sedikitilmu.com/tag/cara-cepat-menyembuhkan-luka-operasi-caesar/
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. EGC : Jakarta
Boleh minta daftar pustaka lengkapnya ga bang? Terima kasih bg
BalasHapus