BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertolongan
penderita gawat darurat dapat terjadi dimana saja baik di dalam rumah sakit
maupun di luar rumah sakit, dalam penanganannya melibatkan tenaga medis maupun
non medis termasuk masyarakat awam. Pada pertolongan pertama yang cepat dan
tepat akan menyebabkan pasien/korban dapat tetap bertahan hidup untuk
mendapatkan pertolongan yang lebih lanjut.
Adapun yang
disebut sebagai penderita gawat darurat adalah penderita yang memerlukan
pertolongan segera karena berada dalam keadaan yang mengancam nyawa, sehingga
memerlukan suatu pertolongan yang cepat, tepat, cermat untuk mencegah kematian
maupun kecacatan. Untuk memudahkan dalam pemberian pertolongan korban harus
diklasifikasikan termasuk dalam kasus gawat darurat, darurat tidak gawat, tidak
gawat tidak darurat dan meninggal.
Salah satu kasus
gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dimana pasien berada dalam
ancaman kematian karena adanya gangguan hemodinamik adalah trauma abdomen di
mana secara anatomi organ-organ yang berada di rongga abdomen adalah
organ-organ pencernaan. Selain trauma abdomen kasus-kasus kegawatdaruratan pada
system pencernaan salah satunya perdarahan saluran cerna baik saluran cerna
bagian atas ataupun saluran cerna bagian bawah bila hal ini dibiarkan tentu
akan berakibat fatal bagi korban atau pasien bahkan bisa menimbulkan kematian.
Oleh karena itu kita perlu memahami penanganan kegawatdaruratan pada system
pencernaan secara cepat, cermat dan tepat sehingga hal-hal tersebut dapat kita
hindari.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun.
Mortalitas biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma
tusuk. Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed
Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli
klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup
sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas
pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma
tumpul dengan velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan
kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering
menimbulkan kerusakan organ multipel.
Perforasi adalah kemungkinan yang bisa terjadi pada
trauma abdomen. Gejala perangsangan peritonium yang terjadi dapat disebabkan
oleh zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas,
misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah
trauma dan timbul gejala peritonitis hebat. Bila perforasi terjadi di bagian
bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena mikroorganisme membutuhkan
waktu untuk berkembang biak. Baru setelah 24 jam timbul gejala-gejala akut
abdomen karena perangsangan peritoneum. Mengingat kolon tempat bakteri dan
hasil akhirnya adalah faeses, maka jika kolon terluka dan mengalami perforasi
perlu segera dilakukan pembedahan. Jika tidak segera dilakukan pembedahan,
peritonium akan terkontaminasi oleh bakteri dan faeses. Hal ini dapat
menimbulkan peritonitis yang berakibat lebih berat.
Istilah trauma abdomen atau
gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan dirongga
abdomen yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering beru tindakan beda,
misalnya pada obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau
strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi
rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Keputusan untuk melakukan
tindakan beda harus segara diambil karena setiap kelambatan akan
menyebabkan penyulit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan
analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Penegtahuan mengenai anatomi dan faal abdomen beserta isinya sangat menentukan
dalam menyingkirkan satu demi satu sekian banyak kemungkinan penyebab trauma
abdomen.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma, gejala
dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan tingkat
kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa
Pengertian Trauma Abdomen ?
1.2.2
Apa
Etiologi Trauma Abdomen ?
1.2.3
Bagaimana
Patofisiologi Trauma Abdomen ?
1.2.4
Bagaimana
Manifestasi Klinis Trauma Abdomen ?
1.2.5
Bagaimana
Penatalaksanaan Trauma Abdomen ?
1.2.6
Apa
saja Komplikasi dari Trauma Abdomen ?
1.2.7
Bagaimana Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen ?
1.3
Tujuan
1.3.1
Mengetahui Pengertian Trauma Abdomen.
1.3.2
Mengetahui Etiologi
Trauma Abdomen.
1.3.3
Mengetahui Patofisiologi Trauma Abdomen.
1.3.4
Mengetahui Manifestasi Klinis Trauma Abdomen.
1.3.5
Mengetahui Penatalaksanaan Trauma Abdomen.
1.3.6
Mengetahui Komplikasi Trauma Abdomen.
1.3.7
Mengetahui Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen.
BAB II
TINJAUAN TERORITIS
2.1 Pengertian
Trauma adalah
cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma
adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma abdomen
adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya
dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995).
2.2 Etiologi
Berdasarkan mekanisme trauma,
terbagi atas 2 yaitu :
a)
Trauma
tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b)
Trauma
tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt).
Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt).
2.3 Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh
manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan
terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi
antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan
tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek
statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena
terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan
disrupsi jaringan.
Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang
menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan
viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk
kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga
bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada
seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen
lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh
relatif terhadap permukaan benturan.
Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra
abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
a)
Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya
tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak
benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ
berongga.
b)
Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan
vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c)
Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya
robek pada organ dan pedikel vaskuler.
PATHWAY
Trauma
(kecelakaan)
↓
Penetrasi & Non-Penetrasi
↓
Terjadi perforasi lapisan abdomen
(kontusio, laserasi, jejas, hematom)
↓
Menekan saraf peritonitis
↓
Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri
↓
Motilitas usus
↓
Disfungsi usus → Resiko
infeksi
↓
Refluks
usus output cairan berlebih
↓
Gangguan cairan Nutrisi kurang dari
Gangguan cairan Nutrisi kurang dari
dan
eloktrolit
kebutuhan tubuh
↓
Kelemahan
fisik
↓
Gangguan mobilitas fisik
*(Sumber : Mansjoer,2001)*
2.4 Manifestasi Klinis
a)
Trauma
tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
1.
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2.
Respon stres simpatis
3.
Perdarahan dan pembekuan darah
4.
Kontaminasi bakteri
5.
Kematian sel
b)
Trauma
tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
1.
Kehilangan darah.
2.
Memar/jejas pada dinding perut.
3.
Kerusakan organ-organ.
4.
Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan
(rigidity) dinding perut.
5.
Iritasi cairan usus.
2.5 Penatalaksanaan
a)
Penanganan
awal
1.
trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a.
Stop makanan dan minuman
b.
Imobilisasi
c.
Kirim kerumah sakit.
2.
Penetrasi (trauma tajam)
a.
Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau
benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b.
Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan
melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
c.
Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka
organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian
organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban
steril.
d.
Imobilisasi pasien
e.
Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f.
Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka
dengan menekang.
g.
Kirim ke rumah sakit
b) Penanganan
dirumah sakit
1. Segera dilakukan operasi untuk
menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita dalam keadaan syok tidak
boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi).
2. Lakukan prosedur ABCDE.
3. Pemasangan NGT untuk pengosongan
isi lambung dan mencegah aspirasi.
4. Kateter dipasang untuk
mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
5. Pembedahan/laparatomi (untuk
trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ;
bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam
lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal
positif ; cairan bebas dalam rongga perut).
6. Pasien yang tidak stabil atau
pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-abdominal
(pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration)
harus segera dilakukan pembedahan.
7. Trauma tumpul harus diobservasi
dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status klinik dan derajat luka
yang terlihat di CT.
8. Pemberian obat analgetik sesuai
indikasi
9. Pemberian O2 sesuai indikasi
10. Lakukan intubasi untuk
pemasangan ETT jika diperlukan.
11. Kebanyakan GSW membutuhkan
pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal.
12. Luka tikaman dapat dieksplorasi
secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan
peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan.
13. Luka tikaman dengan injuri
intraperitoneal membutuhkan pembedahan.
14. Bagian luar tubuh penopang
harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan.
2.6
Komplikasi
a) Segera : hemoragi, syok, dan
cedera.
b) Lambat : infeksi
c) Trombosis Vena
d) Emboli Pulmonar
e) Stress Ulserasi dan perdarahan
f) Pneumonia
g) Tekanan ulserasi
h) Atelektasis
i)
Sepsis
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Contoh
kasus : ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. T DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI RUANG BEDAH MINOR RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
3.1 Pengkajian
1.
Identitas Klien
Nama
: Tn. T
Umur
: 65 tahun
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
Alamat : Tepurejo
RT 3/2 Sumber Banjarsari Surakarta
Tangga&Jam
Pengkajian : 15 Oktober 2009
2.
Identitas Penanggung Jawab
Nama
: Tn. W
Umur
: 41 tahun
Alamat :
Sumber Banjarsari Surakarta
Hubungan dengan
klien : Anak
3.
Riwayat Penyakit
a) Keluhan Utama
Sakit pada perut sebelah kanan.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
± 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang mengendarai
sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien menabrak truk yang
ada di depannya. Klien terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur
aspal. Setelah kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan mengendarai
sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien merasa perut
sebelah kanan ampeg sampai punggung dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di
antar ke IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
c) Riwayat Keluarga
Keluarga dan klien mengatakan anggota
keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa.
4. Primary Survay
a)
Airway
Bebas,
tidak ada sumbatan, tidak ada secret
b)
Breathing
Klien
bernafas secara spontan. Klien
menggunakan O2 2 l/menit
R
: 26x/menit, pernafasan reguler
c)
Circulasi
TD
: 120/80 mmHg
N
: 88x/menit
Capillary
reffil : < 2 detik
d)
Disability
GCS
: E4M5V6
Kesadaran
: Compos Mentis
e)
Exposure
Terdapat
luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
5. Secondary Survay
a)
AMPLE
1)
Alergi
:
Klien
dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun
obat-obatan.
2)
Medicasi
:
Klien
mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat apapun.
3)
Pastillnes
:
Klien
sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Moewardi Surakarta dengan penyakit
paru-paru.
4)
Lastmeal
:
Klien
mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh.
5)
Environment
Klien
tinggal di daerah yang padat penduduknya.
3.2 Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1)
Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup
bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak
ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
2)
Leher
Tidak ada kaku kuduk
3)
Paru
Ø Inspeksi :
bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
Ø Palpasi :
fremitus vokal kanan dan kiri sama
Ø Perkusi :
sonor
Ø Auskultasi : vesikuler
4)
Abdomen
Ø Inspeksi :
terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
Ø Auskultasi : peristaltik usus
7x/menit
Ø Palpasi :
tidak ada pembesaran hati
Ø Perkusi
: pekak
5)
Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor
kulit baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal.
3.3 Pemeriksaan
Penunjang
a)
Hasil
laboratorium tanggal 15 -10-2009
b)
Hemoglobin
: 14,5 g/dl (n :
14-17,5 g/dl)
c)
Eritrosit
: 5,05 106/ul (n : 4,5-5,9
106/ul)
d)
Leukosit
: 12,1 103/ul (n :
4,0-11,3 103/ul)
e)
Hematokrit
:
43,8%
(n : 40-52%)
f)
Trombosit
: 204
g)
Gol
darah
: O
h)
HBSAG
: -
3.4 Analisis Data
No
|
Data (Sign & Symptom)
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
DS :
Klien mengatakan
sesak nafas
Klien mengatakan
perut sebelah kanan terasa ampeg
DO :
Klien gelisah
R : 26x/menit
|
Penurunan
ekspansi paru
|
Pola nafas tidak
efektif
|
2.
|
DS :
Klien mengatakan
perut sebelah kanan sakit
P : bila
bergerak dan bernafas
Q : seperti
tertusuk-tusuk
R : perut sebelah
kanan
S : 7
T : hilang
timbul
DO :
Klien tampak
mengerang-erang menahan sakit.
Terdapat luka
lecet dan jejas pada abdomen sebelah kanan
|
Trauma abdomen
|
Nyeri akut
|
3.
|
DS : -
DO :
Terdapat luka
lecet pada perut kanan
Terdapat jejas
dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
Hb : 14,5 g/dl
Leukosit : 12,1
103/ul
|
Luka
non-penetrasi abdomen
|
Resiko infeksi
|
3.5 Diagnosa Keperawatan
1)
Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2)
Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen.
3)
Resiko tinggi infeksi b/d kontaminasi bakteri dan
feses.
3.6 Intervensi dan Rasional
No Dx
|
Tujuan/Kriteria
Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x15 menit, pola nafas efektif
Dengan KH :
Klien mengatakan
sesak nafas berkurang
Klien rileks
Pernafasan normal
: 20-24 x/ menit
|
Kaji pola nafas
Kaji tanda
vital
Posisikan
klien semi fowler
Beri oksigen
sesuai indikasi
|
Untuk menentukan
intervensi yang tepat
Mengetahui
perkembangan klien
Mengurangi
sesak nafas
Mengurangi
sesak nafas
|
2.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x10 menit, nyeri teratasi
Dengan KH :
Klien mengatakan
nyeri berkurang/hilang
Klien tenang
tidak mengerang-erang kesakitan
Skala nyeri 1-3
|
Kaji intensitas
nyeri
Jelaskan penyebab
nyeri
Beri posisi
nyaman
Ajarkan teknik
relaksasi
Kolaborasi
pemberian analgetik
|
Untuk menentukan
intervensi yang tepat.
Untuk menenangkan
klien dan keluarga.
Meningkatkan
kenyamanan klien. Mengurangi ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri.
Analgetik
berfungsi menghilangkan nyeri
|
3.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x20 menit, tidak terjadi infeksi
Dengan KH :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Tidak ada
perdarahan
Suhu tubuh normal
: 36-37
|
Pasang kateter
Pasang NGT
Pasang trail pada
tempat tidur klien
Ajurkan keluarga
untuk menemani klien
Monitor hasil
laboratorium terutama Hb
Kolaborasi
pemberian antibiotik
|
Untuk mengurangi
aktivitas klien.
Untuk mengetahui
adanya perdarahan dalam.
Menurunkan resiko
cidera.
Memenuhi
kebutuhan klien.
Mengetahui
perkembangan klien
Mencegah infeksi
|
CATATAN PERAWATAN DAN
PERKEMBANGAN
No Dx
|
Tgl&Jam
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
TTD
|
1.
|
15 Okt 09
11.10
|
Mengkaji pola
nafas klien
Memposisikan
klien semi fowler
Memberikan nasal
kanul 2L/menit
|
S :
klien mengatakan
sesak nafas berkurang
klien mengatkan
lebih nyaman
R :
24x/menit
A : masalah
teratasi
P : intervensi dihentikan
|
Rima
|
2.
|
11.25
|
Mengkaji tingkat
nyeri
Memberikan
injeksi ketorolak 2ml
Mengajarkan nafas
dalam bila nyeri timbul
|
S :
klien mengatakan
nyeri sedikit berkurang
O :
klien masih
gelisah
klien masih
tampak merintih kesakitan
A :
masalah teratasi
sebagian
P :
lanjutkan
intervensi di bangsal
|
Rima
|
3.
|
11.45
|
Memasang kateter
Memasang NGT
Mengambil sample
darah
Memasang trail
tempat tidur
Memonitor NGT
Memberikan
injeksi cefotaxim 1g
|
S : -
O :
urine jernih
tidak ada perdarahan.
Volume urine
200cc
Keluaran NGT
cairan bersih
Hb : 14,5 g/dl
A :
Masalah teratasi
sebagian
P :
lanjutkan
intervensi di bangsal
|
Rima
|
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Trauma abdomen yang disebabkan
benda tumpul biasanya lebih banyak menyebabkan kerusakan pada organ-organ padat
maupun organ-organ berongga pada abdomen dibandingkan dengan
trauma abdomen yang disebabkan oleh benda tajam.
4.2
Saran
Bagi seorang perawat dalam penanganan pasien yang
mengalami trauma abdomen yaitu perawat harus memperhatikan atau melakukan
tindakan kegawatdaruratan yang cepat dan tepat, terutama pada kasus trauma
abdomen akibat cidera atau kecelakaan.
Untuk memudahkan pemberian tindakan darurat secara
sepat dan tepat perlu dilakukan prosedur tetap/protocol yang dapat digunakan
setiap hari. Bila memungkinkan, sangat tepat apabila pada setiap unit
keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang diperlukan baik untuk perawat
maupun pasien.
DAFTAR
PUSTAKA
(diakses
pada tanggal 05 Desember 2012)
(diakses
pada tanggal 05 Desember 2012)
(diakses
pada tanggal 05 Desember 2012)
(diakses
pada tanggal 05 Desember 2012)
(diakses
pada tanggal 05 Desember 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar