Sabtu, 11 Mei 2013

Makalah TRAKSI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Beberapa tulang, misalnya femur mempunyai kekuatan otot yang kuat sehingga reposisi tidak dapat dilakukan sekaligus. Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagan tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, menyejajarkan, mengimobilisasi fraktur, mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang. Untuk itu, traksi diperlukan untuk reposis dan imobilisasi pada tulang panjang.
Traksi digunakan untuk menahan kerangka pada posisi sebenarnya, penyembuhan, mengurangi nyeri, mengurangi kelainan bentuk atau perubahan bentuk.Penangan nyeri dan pencegahan komplikasi adalah dua kunci tugas perawat dalam perawatan traksi. Komplikasi yang terjadi berhubungan dengan penggunaan traksi dan pembatasan gerak, jika klien obesitas, cachetic, tua, anak muda, diabetes, dan perokok (Altman , 1999).
Kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar-X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Indikasi traksi adalah pada pasien fraktur dan atau dislokasi. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.

1.2   Perumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Traksi?
2.    Apa tujuan dari pemasangan Traksi?
3.    Apa saja jenis-jenis traksi  berikut beban yang disyaratkan?
4.    Bagaimana prinsip-prinsip yang benar pada pemasangan Traksi efektif?
5.    Bagaimana upaya pencegahan dan komplikasi pada klien dengan pemasangan Traksi?
6.    Bagaimana merumuskan diagnosis keperawatan dan menyusun rencana keperawatan dengan baik dan benar pada klien dengan Traksi?



1.3   Tujuan
a.   Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Traksi.

b.   Tujuan Khusus
1.    Untuk mengetahui pengertian dari Traksi.
2.    Untuk mengetahui tujuan pemasangan Traksi.
3.    Untuk mengetahui jenis-jenis Traksi berikut beban yang disyaratkan.
4.    Untuk mengetahui dengan benar prinsip-prinsip pemasangan traksi efektif.
5.    Untuk mengetahui upaya pencegahan dan komplikasi pada klien dengan pemasangan Traksi.
6.    Untuk mengetahui diagnosis keperawatan dan menyusun rencana keperawatan dengan baik dan benar pada klien dengan Traksi.


 

BAB II
KONSEP MEDIS

2.1   Pengertian
Traksi  adalah suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah / dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.

2.2    Tujuan Traksi
Tujuan dari pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan muskuloskeletal adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi dislokasi / subluksasi, distraksi interforamina vertebrae, mengurangi deformitas, dan mengurangi rasa nyeri.
Tujuan lain dari pemasangan traksi adalah untuk dapat mempertahankan panjang ekstermitas kegarisan (aligment) maupun keseimbangan (stability) pada patah tulang, memungkinkan pergerakan sendi dan mempertahankan kesegarisan fragmen- fragmen patah tulang, kejang-kejang otot pada tulang / sendi akibat patah tulang dapat diatasi, dan mengurangi pembengkakan-pembengkakan pada tungkai.

2.3    Jenis – Jenis Traksi
1.    Traksi Kulit
Traksi kulit adalah daya penariknya bekerja melalui jaringan lunak disekitar gabungan tulang dengan mempergunakan perban atau sponge (seperti traktion bang), dinginkan untuk mempertahankan lokasi yang telah dikoreksi. Jenis traksi kulit menentukan bahan yang dipakai adalah penarikan dengan perban, penarikan sponge, penarikan glison, dan penarikan pelvis.
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan imobilisasi. Bila dibutuhkan traksi yang berat dan dalam waktu yang lama, sebaiknya menggunakan traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat beban menarik tali, spon karet atau bahan kanfas yang diletakan ke kulit. Traksi pada kulit meneruskan traksi ke struktur muskuloskeletal. Beratnya beban yang dapat dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit tidak lebih dari 2-3 kg. Traksi pelvis umumnya 4,5 – 9 kg, tergantung berat badan klien (Smeltzer, 2002).
Menurut Sjumsudihajat (1997), beban tarikan pada traksi kulit tidak kulit tidak boleh melebihi 5 kg, karena bila beban berlebih kulit dapat mengalami nekrosis akibat tarikan yang terjadi karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis, beban yang diberikan  bahkan lebih kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh dilakukan traksi kulit. Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak karena traksi skelet pada anak dapat merusak cakram epifisis. Jadi beratnya beban traksi kulit antara 2 – 5 kg.

Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada tujuan traksi. Traksi sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari, sedangakan traksi untuk reposisi beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan nama terjadinya kalus fibrosa. Setelah terjadi kalus fibrosa ektremitas diimobilisasi dengan gips. Traksi kulit ependikuler(hanya pada ekstremitas) digunakan pada orang dewasa termasuk traksi ekstensi Buck, traksi Russel, dan traksi Dunlop.
Traksi Buck, ekstensi Buck (unilateral atau bilateral) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan pada suatu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporal yang diinginkan. Traksi Buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah. Sebelumnya inspeksi kulit dari adanya abrasi dan gangguan peredaran darah. Kulit dan peredaran darah harus dalam keadaan sehat agar dapat menoleransi traksi. Kulit harus bersih dan kering sebelum boot spon atau pita traksi dipasang.
Traksi Russel, traksi russel dapat digunakan untuk fraktur pada plato tibia, menyokong yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarikan horizontal melalui traksi dan balutan elaktis ke tungkai bawah. Bila perlu tungkai dapat di sanggah dengan bantal agar lutut benar-benar fleksi dan menghindari dari tekanan pada tumit.
Traksi Dunlop, adalah traksi yang digunakan pada ekstremitas atas. Traksi horizontal digunakan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertikal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. Untuk menjamin traksi kulit tetap efektif, harus dihindari adanya lipatan dan lepasnya balutan traksi dan kontraksi harus tetap terjaga. Posisi yang benar harus tetap dipertahankan agar tungkai atau lengan tetap dalam posisi netral. Untuk mencegah pergerakan fragmen tulang satu sama lain, klien dilarang memirigkan badan namun hanya boleh sedikit bergeser.  Traksi kulit dapat menimbulkan masalah resiko, seperti kerusakan kulit, tekanan saraf, dan kerusakan sirkulasi.
Traksi kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit. Kulit yang sensitive dan rapuh pada lansia harus diidentifikasi pada pengkajian awal. Reaksi kulit yang berhubungan langsung dengan plester dan spon harus dipantau ketat. Traksi kulit harus dipasang dengan kuat agar kontak dengan plester dan spon tetap erat. Gaya geseran pada kulit harus dicegah. Plester traksi harus dipalpasi setiap hari untuk mengetahui adanya nyeri tekan. Pada ekstremitas bawah, tumit, dan tendo Achilles harus diinspeksi beberapa kali sehari.
Boot spon harus diangkat untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari. Perlu bantuan perawat lain untuk menyangga ekstermitas selama inspeksi. Lakukan perawatan punggung minimal tiap dua jam untuk mencegah ulkus dekubitus. Gunakan kasur udara, busa densitas padat untuk meminimalkan terjadinya ulkus kulit.
Lakukan perawatan ekstremitas bawah untuk mencegah penekanan saraf proneus pada titik ketika melintasi sekitar leher fibula tepat dibawah lutut. Tekanan itu dapat menyebabkan footdrop. Klien ditanya tentang sensasi perabaannya, minta klien untuk menggerakkan jari dan kakinya. Kelemahan dorsofleksi menunjukkan fungsi saraf proneus communis. Plantar fleksi  menunjukkan fungsi saraf tibialis.
Bila traksi kulit dipasang dilengan, daerah sekitar siku dimana saraf ulnaris berada tidak boleh dibalut terlalu kuat. Fungsi saraf ulnaris dapat dikaji dengan abduksi aktif jari kelingking dan sensasi rabaan pada sisi ulnar jari kelingking.
Selain resiko komplikasi kerusakan kulit dan tekanan saraf diatas, kerusakan sirkulasi juga harus mendapat perhatian. Setelah traksi kulit terpasang, kaki atau tangan diinspeksi dari adanya gangguan peredaran darah dalam beberapa menit hingga 1 – 2  jam. Denyut perifer dan warna, mengisian kapiler, serta suhu jari tangan atau jari kaki harus dikaji. Kaji adanya seri tekan pada betis dan adanya tanda human positif yang merupakan tanda adanya trombosis vena dalam. Anjurkan klien untuk melakukan latihan tangan dan kaki setiap jam.

2.    Traksi Skeletal
Metode ini sering digunakan untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Fraksi dipasang langsung ke tulang dengan menggunakan pin metal atau kawat (misal Steinman’s pin, Kirchner wire) yang dimasukkan ke dalam tulang disebelah distal garis fraktur, menghindari saraf, pembuluh darah otot, tendon, dan sendi. Tong yang dipasang di kepala (misal Gardner Wells Tong) difraksi di kepala untuk diberikan traksi yang mengimobilisasi.
Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7 – 12 kg untuk mencapai efek terapi. Beban yang di pasang biasanya harus dapat melawan daya pemendekan akibat spasme otot yang cedera. Ketika otot rileks, deleks, beban traksi dapat dikurangi untuk mencegah terjadinya dislokasi garis fraktur dan untuk mencapai pnyembuhan fraktur. Mengutip pendapat Sjamsuhidajat (1997) bahwa beban traksi untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5 – 7 kg, pada dislokasi lama panggul bias sampai 15 – 20 kg.
Kadang-kadang fraksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong ekstremitas terkena, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas tertentu, dan memungkinkan kemandirian klien maupun asupan keperawatan, sementara traksi yang efektif tetap di pertahankan. Beban Thomas dengan mengait pearsn sering di gunakan bersama traksi skelet  pada fraktur femur. Dapat pula digunakan dengan traksi kulit dan apparatus suspense seimbang lainnya.
Untuk mempertahankan traksi teap efektif, pastikan tali tetap terletak dalam alur roda pada katrol, tali tidak rusak, pemberat tetap bergantung dengan bebas, dan simpul pada tali terikat erat. Evaluasi posisi klien, karena klien yang merosot ke bawah dapat menyebabkan traksi tidak efektif. Beban tidak boleh diambil dari traksi skelet kecuali jika terjadi keadaan yang membahayakan jiwa. Bila beban di ambil, tujuan menggunakannya akan hilang dan dapat terjadi cedera.
Kesejajaran tubuh ke klien harus di jaga agar garis tarikannya efektif. Kaki di posisikan sedemikian rupa sehingga dapat dicegah tejadinya footdrop (platar fleksi), rotasi ke dalam (inversi). Kaki klien harus disanggah dalam posisi netral dengan alat ortopedi.
Perlu di pasang pegangan di atas tempat tidur, agar klien mudah untuk berpegangan. Alat itu sangat berguna untuk membantu klien bergarak dan defekasi di tempat tidur, serta menaikkan pinggul dari tempat tidur untuk memudahkan perawatan punggung. Lindungi tumit dan lakukan inspeksi, karena klien sering menggunakannya sebagai penyangga, sehingga dapat menyebabkan cedera pada jaringan tersebut. Tempat penusukan pin (luka) perlu dikaji. Lakukan inspeksi paling sedikit tiap 8 jam dari adanya tanda inflamasi dan bukti adanya inspeksi.
Pada klien terpasang traksi perlu malakukan latihan, berguna untuk menjaga kekuatan dan tonus otot, serta memperbaiki peredaran darah. Latihan dilakukan sesuai kemampuan. Latihan aktif meliputi menarik pegangan di atas tempat tidur, fleksi dan ekstensi kaki, latihan rentang gerak, dan menahan beban bagi sendi yang sehat.Pada ekstremitas yang diimobilisasi, lakukan latihan isometrik. Untuk mempertahankan kekuatan otot besar, lakukan latihan kuadrisep dan pengesetan gluteal.
Dorong klien untuk latihan fleksi dan ekstensi prgelangan kaki dan kontraksi isometric otot-otot betis, sebanyak 10 kali setiap jam. Saat klien terjaga, dapat mengurangi resiko thrombosis vena dalam.Dapat juga di berikan stoking elastis, alat kompresi dan terapi anti koagulan untuk mencegah terbentuknya trombus.
Pengangkatan pin dapat dilakukan setelah sinar-X menunjukkan terbentuknya kalus. Pin di potong sedekat mungkin dengan kulit dan di angkat oleh dokter kemudian di pasang gibs atau bidai untuk melindungi tulang yang sedang proses penyembuhan.
Traksi skeletal :
-          Traksi dengan tarikan langsung pada tulang
-          DP dilakukan pembedahan digunakan :
·      Reposisi : tanpa dislokasi
·      Mobilisasi yang lama
·      Alat : kawat (k-ivire) diam 0,036 – 0,0625 inci
-          Keuntungan :
·      Pemasangan mudah
·      Kerusakan jaringan sekeliling ringan
-          Kerugian :
·      Mudah berputar kalau busur kurang baik
·      Dapat memotong tulang Osteoporotik

3.    Traksi Lurus / Langsung
Traksi lurus atau langsung, memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ekstensi Buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.

4.    Traksi Suspensi Seimbang
Traksi suspense seimbang memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit di atas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi klien sampai batas tertentu tanpa terputusnya garis tarikan.



5.      Traksi Manual
Traksi manual adalah traksi dapat dipasang dengan tangan , dan merupakan traksi sementara yang bias digunakan pada saat pemasangan gips.

2.4   PRINSIP-PRINSIP TRAKSI EFEKTIF
Pemasangan traksi menimbulkan adanya kontratraksi. Kontratraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. Umumnya berat badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur mempu memberikan kontratraksi. Kontratraksi harus dipertahnakan agar traksi tetap efektif. Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif. Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
Prinsip traksi efektif adalah sebagai berikut.
1.    Traksi skelet tidak boleh putus.
2.    Beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten.
3.    Tubuh klien harus dalam keadaan sejajarr dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
4.    Tali tidak boleh putus.
5.    Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
6.    Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.

2.5   KOMPLIKASI dan PENCEGAHAN
Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien terpasang traksi adalah sebagai berikut.
1.    Dekubitus
·      Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet, kemudian berikan intervensi awal untuk mengurangii tekanan.
·      Perubahan posisi dengan seing dan memakai alat pelindung kulit (missal pelindung siku) sangat membantu perubahan posisi.
·      Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus untuk mencegah kerusakan kulit.
·      Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai penanganannya.

2.    Kongesti Paru dan Pneumonia
·      Auskultasi paru untuk mengetahui status pernapasan klien.
·      Ajarkan klien untuk napas dalam dan batuk efektif.
·      Konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus, misalnya spirometri insentif, bila riwayat klien dan datadasar menunjukkan klien beresiko tinggi mengalami komplikasi pernapasan.
·      Bila telah terjadi masalah pernapasan, perlu diberikan sesuai order.


3.    Konstipasi dan Anoreksia
·      Diet tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsang motilitas gaster.
·      Bila telah terjadi konstipasi, konsultasikan dengan dokter mengenai penggunaan pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema.
·      Kaji dan catat makanan yang disukai klien dan masukkan dalam program diet sesuai kebutuhan.

4.    Stasis dan Infeksi Saluran Kemih
·      Pantau masukan dan keluaran berkemih.
·      Anjurkan dan ajarkan klien untuk minum dalam jumlah yang cukup, dan berkemih tiap dua sampai tiga jam sekali.
·      Bila tampak tanda dan gejala terjadi infeksi saluran kemih, konsultasikan dengan dokter untuk menanganinya.

5.    Trombosis Vena Profunda
·      Ajarkan klien untuk latihan tumit dan kaki dalam batas traksi.
·      Dorong untuk minum yang banyak untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan menyebabkan stasis.
·      Pantau klien dari adanya tanda-tanda trombosis vena dalam dan melaporkannya kedokter untuk menentukan evaluasi dan terapi.



BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
                                     
3.1   Pengkajian
Traksi menbatasi mobilitas dan kemandirian klien. Dampak psikologik dan fisiologik masalah muskuloskeletal dengan terpasangnya alat traksi harus di pertimbangkan. Peralatan sering terluhat mengerikan dan pemasangannya tampak menakutkan bagi klien.Kebingungan, disorientasi, dan masalah perilaku dapat terjadi pada klien yang terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang cukup lama. Tingkat ansietas klien dan respons psikologis terhadap traksi harus dikaji dan dipantau.
Bagian tubuh yang ditraksi harus dikaji. Status neurovaskular (misal warna, suhu, dan pengisian kapiler) dievaluasi dan dibandingkan dengan ekstremitas yang sehat. Integritas kulit harus diperhatikan. Pengkajian fungsi sistem tubuh harus dilengkapi dengan data dasar, dan dilakukan pengkajiaan terus-menerus.Imobilisasi dapat menyebabkan terjadinya masalah pada sistem kulit, respirasi, gastrointestinal, perkemihan, dan kardiovaskular. Masalah tersebut dapatberupa ulkus akibat tekanan, kongesti paru. Stasis pneumonia, konstipasi, kehilangan nafsu makan, stasis kemih, dan infeksi saluran kemih.
Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda Homan positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengaan kuat) mengarahkan adanya thrombosis vena dalam.Identifikasi awal masalah yang telah timbul dan telah berkembang memungkinkan dilakukan intervensi segera untuk masalah tersebut.

3.2  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien menggunakan traksi menurut Atlman (1999), adalah kerusakan mobilitas fisik, nyeri, dan resiko kerusakan integritas kulit. Sedangkan menurut Smeltzer (2002), diagnosis keperawatan utama yang dapat ditemukan pada klien yang dipasang traksi adalah kurang pengetahuan mengenai program terapi, ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi, nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan traksi dan imobilisasi, kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toileting berhubungan dengan traksi, dan gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan traksi adalah sebagai berikut.
1.    Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
2.    Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
3.    Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4.    Kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toileting berhubungan dengan traksi.
5.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.



3.3   Intervensi
Berikut ini diuraikan rencana asuhan keperawatan pada klien dengan trraksi, meliputi diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan kriteria keberhasilan tindakan (kriteria evaluasi).
1.    Diagnosis Keperawatan : Kurang Pengetahuan Mengenai Program Terapi.
Tindakan :
1.    Diskusikan masalah patologik.
2.    Jelaskan alasan pemberian terapi traksi.
3.    Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin.
4.    Dorong partisipasi aktif klien dalam rencana perawatan.
Kriteria Evaluasi :
Klien menunjukkan pemahaman terhadap program terapi :
·         Menjelaskan tujuan traksi.
·         Berpartisipasi dalam rencana perawatan.

2.    Diagnosis Keperawatan : Ansietas berhubungan dengan Status Kesehatan dan Alat Traksi.
Tindakan :
1.    Jelaskan prosedur, tujuan dan implikasi pemasangan traksi.
2.    Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan mengapa perlu dilakukan.
3.    Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi.
4.    Dorong klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan aktif.
5.    Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung.
6.    Berikan aktivitas pengalih.
Kriteria Evaluasi :
Klien menunjukkan penurunan ansietas :
·         Berpartisipasi aktif dalam perawatan.
·         Mengekspresikan perasaan dengan aktif.

3.    Diagnosis Keperawatan : Nyeri dan Ketidaknyamanan berhubungan dengan Traksi dan Imobilisasi.
Tindakan :
1.    Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur yang padat.
2.    Gunakan bantalan kasur untuk meminimalkan terjadi ulkus.
3.    Miringkan dan ubah posisi klien dalam batas-batas traksi.
4.    Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban.
5.    Observasi setiap keluhan klien.
Kriteria Evaluasi :
Klien menyebutkan peningkatan kenyamanan :
·         Mengubah posisi sendiri sesering mungkin.
·         Kadang-kadang meminta analgesik oral.

4.    Diagnosis Keperawatan : Kurang Perawatan Diri (Makan, Higiene, Atau Toileting) berhubungan dengan Traksi.
Tindakan :
1.    Bantu klien memenuhi kebutuhannya sehari-harinya seperti makan, mandi, dan berpakaian.
2.    Dekatkan alat bantu disamping klien.
3.    Tingkatkan runinitas untuk memaksimalkan kemandirian klien.
Kriteria Evaluasi :
Klien mampu melakukan perawatan diri :
·         Memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian dan toileting.

5.    Diagnosis Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Proses Penyakit dan Traksi.
Tindakan :
1.    Dorong untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak diimobilisasi.
2.    Anjurkan klien untuk menggerakkan secara aktif semua sendi.
3.    Konsultasikan dengan ahli fisioterapi.
4.    Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar untuk menghindari komplikasi akibat ketidaksejajaran.
Kriteria Evaluasi :
Klien menunjukkan mobilitas yang meningkat :
·         Melakukan latihan yang dianjurkan.
·         Menggunakan alat bantu yang aman.



 

BAB IV
PENUTUP

4.1   Kesimpulan
I.     Konsep Medis dari Traksi :
Traksi  adalah suatu tindakan untuk memindahkan tulang yang patah / dislokasi ke tempat yang normal kembali dengan menggunakan daya tarik tertentu atau dengan kata lain suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh, yang diindikasikan pada pasien dengan fraktur dan atau dislokasi.
Tujuan dari pemasangan traksi pada klien yang mengalami gangguan muskuloskeletal adalah mobilisasi tulang belakang servikal, reduksi dislokasi / subluksasi, distraksi interforamina vertebrae, mengurangi deformitas, dan mengurangi rasa nyeri.\
Jenis – Jenis Traksi adalah sebagai berikut : Traksi Kulit, Traksi Skeletal, Traksi Lurus / Langsung, Traksi Suspensi Seimbang, dan  Traksi Manual.
Prinsip traksi efektif adalah sebagai berikut : Traksi skelet tidak boleh putus, Beban tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten, Tubuh klien harus dalam keadaan sejajarr dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang, Tali tidak boleh putus, Beban harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai, dan Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
Pencegahan dan penatalaksanaan komplikasi yang timbul pada klien terpasang traksi adalah sebagai berikut : Dekubitus, Kongesti Paru dan Pneumonia, Konstipasi dan Anoreksia, Stasis dan Infeksi Saluran Kemih, dan Trombosis Vena Profunda.

II.   Konsep Keperawatan :
Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan Traksi, yaitu :
1.    Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
2.    Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
3.    Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4.    Kurang perawatan diri: makan, higiene, atau toileting berhubungan dengan traksi.
5.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.

4.2   Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang Traksi, hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus Traksi di lingkungannya, agar mahasiswa dapat melakukan penanganan pada klien dengan Traksi. Selain itu, rencana asuhan keperawatan pada klien dengan Traksi sangat penting dipelajari mahasiswa agar mahasiswa dapat membuat rencana asuhan keperawatan tentang Traksi dan merawat klien jika berhadapan langsung pada klien dengan Traksi.
DAFTAR PUSTAKA

Lukman dan Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

2 komentar: